Usamah Bin Zaid
Amirul
Mu’minin Umar bin Khattahab r.a. sedang duduk membagikan uang perbendaharaan
negara kepada Kaum Muslimin. Ketika datang giliran Abdullah bin Umar, khalifah
pun memberikan bagiannya. Dan tatkala tiiba giliran Usamah bin Zaid, umar
memberinya bagian 2kali lipat dari bagian puteranya Abdullah.
Karena
biasanya Umar mengeluarkan pemberian kepada orang itu sesuai dengan kelebihan
dan jasa mereka terhadap islam, maka Abdullah khawatir kalau kedudukannya dalam
islam iru berada pada urutuan terakhir, padahal ia amat mengharapkan agar
dengan ketaatan dan perjuangannya, dengan sifat zuhud dan kesalehannya, ia
akana tercatat di sisi Allah sebagai salah seorang dari angkatan pelopor dan
barisan depan.
Kemudian
Umar menjelaskan “Usamah lebih dicintai Rasulullah daripadamu, sebagaimana
ayahnya lebih disayangimya daripada ayahmu.” Nah siapakah dia orang ini, yang
derajat kesayangan Rasulullah kepadanya dan kepada bapaknya, lebih tinggi
kepada Abdullah bin Umar, bahkan dari kepada Umar sendiri?” Itulah Usamah bin
Zaid, dan para sahabatnya menggelarinya ‘Kesayangan, putera dari kesayangan’
Usamah
Bin Zaid adalah jenderal termuda yang pernah memimpin peperangan yang ketika
itu masih berusia 18 tahun. Penunjukannya sebagai Jenderal datang langsung dari
Rasulullah saw. Ia adalah puitra dari Zaid bin Haritsah.
Usamah
lahir tahun ke 7 sebelum hijrah di Mekkah. Kondisi dakwah yang begitu sulit
saat itu membuat Rasullulah saw senantiasa bersabar. Ketika berita kelahiran
Usamah sampai wajah Rasulullah saw langsung berseri.
Usamah
bin Zaid adalah anak dari seorang sahabat dan merupakan anak angkat Rasulullah
saw (sebelum Islam masuk dan menghapus hukum anak angkat), yaitu Zaid bin
Haritsah dan Ummu Aiman pengasuh Rasulullah saw ketika kecil. Dalam suatu
riwayat Rasulullah saw berkata: “Ummu Aiman adalah ibuku satu – satunya sesudah
ibunda yang mulia wafat, dan satu satunya keluargaku yang masih ada”. Riwayat
lain bahkan mengatakan Ummu Aiman juga pemah menyusui anak Rasullulah saw.
Adapun
Zaid bin Haritsah adalah sahabat kesayangan Rasullulah saw dan anak angkat,
yang menyebabkan Zaid sempat dipanggil dengan nama Zaid bin Muhammad, tetapi
kemudian dihapus oleh hukum Islam. Dimana nama anak harus dinasabkan kepada
orang tua kandungnya. Demikian sayangnya Rasul saw kepadanya sehingga Usamah
diberi lagab, Al Hibb wa Ibnil Hibb ‘Kesayangan (dari) Anak Kesayangan’ dan
Hibb Rasulillah, Jantung Hati Rasulullah karena Rasul saw mencintainya
sebagaimana mencintai cucunya, Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Usamah
tumbuh sebagai pribadi yang besar; cerdik dan pintar, berani luar biasa,
bijaksana, pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya, tahu menjaga kehormatan,
senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela, pengasih dan (sebaliknya)
dikasihi banyak orang, taqwa, wara’ (berhati-hati), dan mencintai Allah SWT.
Waktu
terjadi Perang Uhud, Usamah bin Zaid datang ke hadapan Rasulullah saw. beserta
serombongan anak-anak sebayanya, putra-putra para sahabat. Mereka ingin turut
jihad fi sabilillah. Sebagian mereka diterima Rasulullah dan sebagian lagi
ditolak karena usianya masih sangat muda. Usamah bin Zaid teramasuk kelompok
anak-anak yang tidak diterima. Karena itu, Usama pulang sambil menangis. Dia
sangat sedih karena tidak diperkenankan turut berperang di bawah bendera
Rasulullah.
Dalam
Perang Mu’tah, Usamah turut berperang di bawah komando ayahnya, Zaid bin
Haritsah. Ketika itu umurnya kira-kira delapan belas tahun. Usamah menyaksikan
dengan mata kepala sendiri tatkala ayahnya tewas di medan tempur sebagai
syuhada. Tetapi, Usamah tidak takut dan tidak pula mundur.
Pengangkatan
ini sempat menimbulkan desas desus yang menyebabkan kegusaran Rasulullah saw.
Beliau lalu pergi ke mesjid Nabawi dan berkata: “Jika kalian mencemoohkan
kepernimpinannya, maka kalian dulu juga mencemoohkan kepemimpinan ayahnya. Demi
Allah. dia layak untuk jabatan pimpinan. Dan dia adalah orang yang paling aku
cintai sesudah ayahnya”.
Usamah
kemudian berangkat sebagai jendral dan saat itu Rasul saw telah wafat. Meski demikian
sebagian sahabat Anshar sempat meminta Usamah diganti karena faktor usia,
tetapi Khalifah Islam pertama saat itu, Abu Bakar Shidiq tetap berpegang teguh
pada keputusan Rasulullah saw. Bahkan Umar bin Khatab selaku utusan para
sahabat mendapatkan kemarahan Abu Bakar atas usulan tersebut.
Usamah
dan pasukannya terus bergerak dengan cepat meninggalkan Madinah. Setelah
melewati beberapa daearah yang masih tetap memeluk Islam, akhirnya mereka tiba
di Wadilqura. Usamah mengutus seorang mata-mata dari suku Hani Adzrah bernama
Huraits. Dengan cepat mereka bergerak. Seperti yang direncanakan, pasukan
Usamah berhasil mengalahkan lawannya. Hanya selama empat puluh hari, kemudian
mereka kembali ke Madinah dengan sejumlah harta rampasan perang yang besar, dan
tanpa jatuh korban seorang pun.
Perkataan
Rasulullah saw terbukti, ditangan Usamah pasukan Islam mampu mengalahkan
pasukan Romawi. Bahkan pasukan Usamah membawa kemenangan yang gemilang melebihi
perkiraan semua orang. Sampai para sahabat berkata: “belum pernah terjadi suatu
pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh (tanpa satu
korban pun)”.
Setelah
menjalani hidupnya bersama para sahabat, Usamah bin Zaid wafat tahun 53 H / 673
M pada masa pemerintahan khalifah Mu’awiyah.
Comments
Post a Comment
Yang sopan aja deh...